CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Total Tayangan Halaman

Trail Of Waving Hearts

Sabtu, 12 September 2020

Pengukuran dan Penentuan Bentang serta Stakeout Jembatan

Pengukuran dan Penentuan Bentang serta Stakeout Jembatan

(Disusun untuk memenuhi prasyarat mata kuliah Survey Rekayasa II)




 

Disusun oleh :

            Kharisma Srinarta                            21110117130045


 

 

PROGRAM STUDI TEKNIK GEODESI

FAKULTAS TEKNIK - UNIVERSITAS DIPONEGORO

Jl. Prof. Sudarto SH, Tembalang Semarang Telp. (024) 76480785, 76480788

e-mail : jurusan@geodesi.ft.undip.ac.id

2019

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

            Jembatan merupakan suatu konstruksi yang gunanya untuk meneruskan jalan melalui suatu rintangan yang berada lebih rendah, dimana rintangan ini biasanya jalan berupa lain yaitu jalan air atau jalan lalu lintas biasa (Struyk, 1995). Jembatan memiliki arti penting bagi setiap orang, dengan tingkat kepentingan yang berbeda-beda tiap orangnya, jembatan bukan hanya kontruksi yang berfungsi menghubungkan suatu tempat ke tempat lain akibat terhalangnya suatu rintangan, namun jembatan merupakan suatu sistem transportasi, jika jembatan runtuh maka sistem akan lumpuh (Supriyadi, 2007).

            Perencanaan sebuah jembatan menjadi hal yang penting, terutama dalam menentukan jenis jembatan apa yang tepat untuk dibangun di tempat tertentu dan metode pelaksanaan apa yang akan digunakan. Penggunaan metode yang tepat, praktis, cepat dan aman, sangat membantu dalam penyelesaian pekerjaan pada suatu proyek konstruksi. Sehingga, target 3T yaitu tepat mutu/kualitas, tepat biaya/kuantitas dan tepat waktu sebagaimana ditetapkan dapat tercapai. Pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan bertujuan untuk mendukung distribusi lalu lintas barang maupun manusia dan membentuk struktur ruang wilayah, sehingga pembangunan infrastruktur memiliki 2 sisi yaitu tujuan pembangunan dan dampak pembangunan. Setiap kegiatan pembangunan yang dilaksanakan pasti menimbulkan dampak terhadap lingkungan baik dampak positif maupun dampak negatif, yang perlu diperhatikan adalah bagaimana melaksanakan pembangunan untuk mendapatkan hasil dan manfaat yang maksimum dengan dampak negatif terhadap lingkungan yang minimum.

1.2 Maksud dan Tujuan

            Tujuan dalam melaksanaan tugas ini adalah sebagai berikut:

  1. Mahasiswa dapat mengetahui bagaimana tahapan awal pengukuran jembatan
  2. Mahasiswa dapat mengetahui bagaimana menentukan bentang jembatan
  3. Mahasiswa dapat mengetahui bagaimana menentukan stakeout jembatan

1.3 Rumusan Masalah

            Permasalahan yang muncul dari latar belakang yang telah dijabarkan sebelumnya adalah sebagai berikut:

  1. Bagaimana tahapan awal pengukuran jembatan? 
  2.  Bagaimana menentukan bentang jembatan? 
  3. Bagaimana menentukan stakeout jembatan?

 

BAB II PEMBAHASAN

II.1    Pengukuran Awal Jembatan

Pengukuran jembatan dilakukan untuk mengetahui posisi rencana jembatan, kedalaman serta lebar sungainya. Tahapan kegiatan pengukuran jembatan pada dasarnya sama seperti dengan tahapan pengukuran jalan, yaitu terdiri dari kegiatan persiapan, survei pendahuluan, pemasangan patok BM dan CP dan patok kayu, pengukuran kerangka kontrol vertikal, pengukuran kerangka kontrol horizontal, pengukuran situasi, pengukuran penampang memanjang jalan, pengukuran melintang jalan, pengukuran penampang melintang sungai dan pengukuran detail situasi (PUSBIN, 2005).

II.1.1 Persiapan

            Sebelum mamasuki tahap persiapan, harus memperhatikan lingkup kegiatan yang dilakukan, lingkup kegiatanna sendiri terdapat dalam spesifikasi teknis. Mengacu pada TOR yang ada, maka dilakukan persiapan yang meliputi antara lain; persiapan personil, persiapan data penunjang dan peralatan, serta persiapan administrasi.

II.1.2 Survei Pendahuluan

Survei pendahuluan dilakukan untuk mengetahui dan mengkaji apakah rencana jembatan yang telah dibuat di kantor dapat diimplementasikan di lapangan. Pengecekan lapangan dilakukan dengan menggunakan alat bantu GPS navigasi dan kompas untuk mengetahui posisi (koordinat X dan Y) dilapangan. Pada tahap ini juga dilakukan pengecekan medan yang akan dibangun, yang akan menentukan rencana pembangunan proyek kedepannya.

II.1.3 Pemasangan Monumen

            Monumen yang dipasang pada pengukuran jembatan terdiri dari patok BM (Bench Mark) /CP (Concrete Point) dan patok kayu. BM/CP dipasang disekitar rencana jembatan, pada masing-masing tepi sungai yang berseberangan.


Patok kayu dipasang dengan interval jarak 25 m sepanjang 100 m dari masing-masing tepi sungai ke arah as rencana jalan. Patok kayu juga dipasang di tepi sungai dengan interval jarak setiap 25 m sepanjang 125 m ke arah hulu dan ke arah hilir sungai.


Patok kayu dibuat sepanjang 40 cm dari kayu ukuran 3 cm x 4 cm atau ukurannya dapat disesuaikan dengan kondisi di lapangan dan ketersediaan kayu, pada bagian atasnya dipasang paku sebagai titik patok saat berdirinya alat, diberi nomor sesuai urutannya supaya memudahkan dalam mengingat dan dicat warna kuning atau warna lain yang mencolok agar mudah terlihat. Setiap pemasangan patok CP dan patok kayu dicatat dalam formulir dan dibuatkan sketsanya dan perkiraan pola konturnya.

II.1.4 Pengukuran Kerangka Kontrol Vertikal

Pengukuran kerangka kontrol vertikal jembatan dilakukan untuk mendapatkan data jarak dan ketinggian, pengukuran ini dilakukan dengan metode sipat datar terhadap semua patok CP dan patok kayu. Pengukuran sipat datar dilakukan pergi-pulang pada setiap seksi dan dilakukan pengukuran kring tertutup, dengan ketelitian 10 mm ÖD, dimana D = jumlah jarak dalam Km (PUSBIN, 2005).

Prosedur/tahapan yang dilakukan pada pengukuran kerangka kontrol vertikal metode sipat datar adalah (PUSBIN, 2005):

1.     Menyiapkan formulir pengukuran sipat datar

2.     Pasang alat sipat datar pada statif yang terletak diantara titik BM 0 (yang diketahui ketinggiannya) dengan patok kayu titik 1, atur sumbu I vertikal alat ukur sipat datar dengan mengatur sekrup pendatar.

3.     Pasang rambu secara vertikal (rambu dilengkapi dengan nivo rambu supaya tegak lurus) pada titik BM 0 dan titik 1.

4.     Arahkan teropong pada rambu di titik BM 0, kencangkan klem, tepatkan benang silang pada rambu dengan penggerak halus horizontal, baca dan catat bacaan benang atas (BA), benang tengah (BT) dan benang bawah (BB). Untuk kontrol BT = ½ (BA + BB)

5.     Buka klem horizontal, arahkan teropong ke rambu di titik 1, kencangkan klem, bidik tepatk benang silang pada rambu dengan penggerak halus horizontal, baca dan catat bacaan benang atas (BA), benang tengah (BT) dan benang bawah (BB) di formulir pengukuran yang sudah disiapkan.

6.     Pindahkan alat sipat datar diantara patok kayu berikutnya (antara titik 1 dan titik 2), atur sumbu I vertikal dengan cara yang sama seperti diatas.

7.     Arahkan teropong pada rambu di titik 1, kencangkan klem, tepatkan benang silang pada rambu dengan penggerak halus horizontal, baca dan catat bacaan benang atas (BA), benang tengah (BT) dan benang bawah (BB).

8.     Buka klem horizontal, arahkan teropong ke rambu di titik 2, kencangkan klem, tepatkan benang silang pada rambu dengan penggerak halus horizontal, baca dan catat bacaan benang atas (BA), benang tengah (BT) dan benang bawah (BB).

9.     Ulangi pekerjaan diatas untuk titik-titik berikutnya dengan pertimbangan dalam sehari dapat mengukur satu kring pulang pergi, usahakan pengukuran pulang tidak dilakukan dengan posisi alat sama dengan posisi pengukuran pergi untuk menjaga ketelitian data.

10.  Apabila kondisi topografinya yang curam sehingga alat ukur sipat datar tidak dapat membidik rambu di dua titik tersebut, maka lakukan pengukuran sipat datar berantai dengan menggunakan titik bantu.

II.1.5 Pengukuran Kerangka Kontrol Horizontal

            Pengukuran kerangka kontrol horizontal dilakukan dengan metode poligon tertutup (kring), yaitu dimulai dan diakhiri dari BM/CP yang sama.

Peralatan, dan tatacara pengukuran kerangka kontrol horizontal antara lain (PUSBIN, 2005):

1.     Pasang theodolite pada statif, pasang alat ukur EDM di atas alat ukur theodolite, pasang theodolite tepat diatas titik BM-0 dengan cara centering optis, atur sumbu I vertikal theodolite.

2.     Pasang target prisma pada tribach, pasang diatas statif, pasang statif tepat diatas patok yang akan diukur posisi kordinatnya (X , Y) yaitu titik CP-0 dan titik 1 dengan cara centering optis.

3.     Arahkan teropong ke target prisma di titik CP-0, kencangkan klem horizontal dan vertikal, himpitkan benang silang vertikal tepat ke target (paku/unting-unting) dengan menggerakkan sekrup penggerak halus horizontal, baca dan catat bacaan sudut horizontal,

4.     Kemudian arahkan teropong ke prisma yang terletak di atas patok, baca dan catat sudut vertikalnya. Setelah itu ukur jaraknya dengan EDM dan dicatat jaraknya.

5.     Buka klem horizontal dan vertikal, arahkan teropong ke titik kontrol horizontal 1, kencangkan klem horizontal dan vertikal, himpitkan benang silang vertikal tepat pada target prisma dengan menggerakkan sekrup penggerak halus horizontal.

6.     Baca dan catat bacaan sudut horizontal, sudut vertikal, ukur jaraknya dengan EDM dan catat jaraknya.

7.     Lakukan juga dengan kondisi luar biasa, dan sampai didapat 4 sudut ukuran.

8.     Pindahkan alat theodolite dan EDM keatas tribach di titik 1

9.     Ambil statif dan prisma dari titik CP-0, dan pindahkan ke titik 2, kemudian atur centering optis dan sumbu I vertikal.

10.  Arahkan teropong alat ukur theodolite kearah target prisma di titik BM-0, kencangkan klem horizontal dan vertikal, tepatkan dengan penggerak halus, baca dan catat bacaan sudut horizontal, sudut vertikal, ukur jarak dengan EDM dan catat jaraknya.

11.  Arahkan teropong alat ukur theodolite kearah target prisma di titik 2, kencangkan klem horizontal dan vertikal, tepatkan dengan penggerak halus, baca dan catat bacaan sudut horizontal, sudut vertikal, ukur jarak dengan EDM dan catat jaraknya.

12.  Ulangi pada posisi luar biasa (LB), biasa (B) dan luar biasa (LB) sehingga didapat 4 kali bacaan sudut.

13.  Ulangi pekerjaan tersebut pada semua titik-titik kontrol dalam satu kring dan lakukan untuk semua titik kontrol sepanjang proyek.

II.1.6 Pengukuran Penampang Melintang Jalan (Oprit Jembatan)

            Pengukuran penampang melintang jalan dilakukan dengan menggunakan alat ukur sipat datar atau dengan menggunakan theodolite dengan ketelitian bacaan 20“ (detik). Pengambilan data dilakukan setiap interval jarak 25 m sepanjang 100 m dari tepi masing-masing sungai ke arah rencana jalan/jalan eksisting, dengan koridor 50 m as rencana jalan/exsisting.

Tatacara pengukurannya sama dengan cara pengukuran perencanaan jalan, yaitu pengambilan data penampang melintang jalan harus tegak lurus dengan ruas jalan. Sketsa penampang melintang tidak boleh terbalik antara sisi kiri dengan sisi kanan. Pembacaan rambu harus dilakukan pada ketiga benang silang mendatar yaitu benang atas (BA), benang tengah (BT) dan benang bawah (BB) sebagai kontrol bacaan (PUSBIN, 2005).

II.1.7 Pengukuran Penampang Melintang Sungai

            Koridor pengukuran kearah hulu dan hilir masing-masing 125 m dari as rencana jembatan, dengan interval pengukuran tiap 25 m. Pengukuran penampang melintang sungai untuk mengetahui topografi dasar sungai dilakukan dengan menggunakan rambu ukur atau bandul zonding jika kedalaman air kurang dari 5 m dan arus tidak deras, jika arus deras dan kedalaman air lebih dari 5 m pengukuran dilakukan dengan alat echo sounding.

Pengukuran penampang melintang sungai dimulai dari tepi atas, tepi bawah, alur sungai, dan setiap interval 5m untuk sungai dengan lebar antara 5 –20 m. Bila lebar sungai lebih dari 20m, maka kerapatan pengambilan data dasar sungai dilakukan setiap interval 10 m.

Bila pengukuran melintang sungai dilakukan dengan pengukuran dengan echo-sounding, maka tahapan yang dilakukan adalah (PUSBIN, 2005):

1.     Siapkan echo-sounder dengan perahu di sungai.

2.     Bentangkan tali dari patok tepi sungai, atau arahkan dengan menggunakan alat ukur theodolite sejajar kedua patok yang terdapat pada dua tepi sungai (misal patok B dan patok C)

3.     Siapkan perahu pada jalur BC, dan alat echo-sounder siap digunakan untuk pengukuran.

4.     Pasang theodolite pada pada titik A yang terletak tegak lurus dari garis BC, dan terletak pada tepi sungai yang sama, kemudian arahkan teropong pada titik B, baca piringan horizontal serta ukur jarak AB, catat jarak ukur dan hasil bacaan.

5.     Lakukan pengukuran sounding mulai bagian tepi sungai, misal dari titik 1.

6.     Arahkan teropong ke titik 1 (echo-sounder), baca dan catat bacaan sudut horizontal. Sudut 1 AB adalah ø , maka jarak dari B ke perahu adalah AB tan ø.

7.     Pindahkan kapal 10 meter ke arah 2 (posisi 2), lakukan sounding, arahkan theodolite ke titik 2, hitung sudut 2AB (ø2), maka jarak A2 = AB tan ø2.

8.     Ulangi pekerjaan sounding untuk titik yang lain sepanjang garis BC sampai ketepi bagian C.

9.     Pasang rambu ukur secara vertikal pada permukaan air sungai untuk mengukur beda tinggi antara muka air terhadap tinggi patok tepi sungai (B), baca dan catat benang atas (BA), benang tengah (BT), benang bawah (BB) dan sudut vertikal, pindahkan rambu ke titik B, baca dan catat bacaan benang atas (BA), benang tengah (BT), benang bawah (BB) dan sudut vertikal.

10.  Ulangi lagi pekerjaan sounding untuk jalur yang lain dengan interval antar jalur sebesar 25 m


II.1.8 Pengukuran Situasi

Pengukuran situasi sisi dapat dilakukan dengan menggunakan theodolite dengan metode tachimetry, mencakup semua obyek bentukan alam dan buatan manusia yang ada disekitar jembatan seperti posisi pier dan abutmen exsisting bila ada, tambatan perahu/dermaga, bentuk tepi sungai, posisi talud, rumah atau bangunan lain yang ada di sekitar sungai. Dalam pengambilan data harus diperhatikan kerapatan detail yang diambil sehingga cukup mewakili kondisi sebenarnya (PUSBIN, 2005).


Pembacaan rambu harus dilakukan pada ketiga benang silang mendatar yaitu benang atas (BA), benang tengah (BT) dan benang bawah (BB). Semua pengukuran titik detail harus dibuat sketsa (arah utara dan sketsa situasi). Tahapan pengukuran situasi sekitar sungai adalah sebagai berikut (PUSBIN, 2005):

1.     Pasang alat ukur theodolite tepat diatas patok (yang diketahui koordinatnya)

2.     Atur sumbu satu vertikal

3.     Ukur tinggi alat

4.     Arahkan teropong ke titik pengukuran lain yang diketahui koordinatnya (patok nomor sebelumnya atau nomor sesudahnya), tepatkan pada target, baca dan catat bacaan sudut horizontalnya

5.     Tempatkan rambu ukur secara vertikal pada titik detai yang akan diukur

6.     Arahkan teropong pada rambu tersebut kuatkan klem vertikal dan horizontal, tepatkan dengan penggerak halus verikal dan horizontal. Baca dan catat bacaan rambu meliputi benang atas benang tengah dan benang bawah. Baca dan catat juga bacaan sudut vertikal dan horizontalnya

7.     Pindahkan rambu ke titik detail lain yang akan diukur

8.     Lepas klem vertikal dan horizontal, arahkan theodolite ke rambu

9.     Arahkan teropong pada rambu tersebut kuatkan klem vertikal dan horizontal, tepatkan dengan penggerak halus verikal dan horizontal. Baca dan catat bacaan rambu meliputi benang atas benang tengah dan benang bawah. Baca dan catat juga bacaan sudut vertikal dan horizontalnya

10.  Ulangi untuk titik detail yang lain, setiap mengukur titik detail harus dibuat sketsanya.

II.2    Pembentangan Jembatan

            Bentang jembatan (L) adalah jarak antara dua kepala jembatan.

 

 

Ada 2 (dua) cara dalam menentukan bentang dalam pembangunan jembatan, yaitu untuk sungai yang merupakan limpasan banjir dan sungai yang bukan limpasan banjir. Hal tersebut dilakukan karena berdasar pada apakah alur sungai itu akan membawa hanyutan-hanyutan berupa material dari banjir dari suatu kawasan, atau sungai tersebut hanyalah digunakan sebagai aliran sungai biasa yang tentunya tidak membawa hanyutan-hanyutan besar dari banjir. Material-material yang dibawa pada saat banjir sangat beraneka ragam tentunya, baik jenis maupun ukurannya sangatlah bervariasi. Oleh sebab itu pada sungai yang dijadikan limpasan banjir penentuan bentang akan sedikit lebih panjang dibandingkan dengan sungai yang bukan limpasan banjir.

Berikut adalah bentang jembatan untuk yang bukan sungai limpasan


Berikut adalah bentang jembatan untuk sungai limpasan banjir


II.3    Stakeout jembatan

            Jembatan diukur dengan bantuan koordinat (X, Y) maupun elevasi BM/CP jembatan yang ada di lapangan. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat ukur theodolite EDM/ETS untuk penentuan posisi dan alat ukur sipat datar untuk penentuan elevasi. Koordinat titik-titik pengukuran diketahui koordinatnya dari hasil perhitungan. Pada peta rencana jembatan, koordinat titik center line, posisi abutmen, posisi pier jembatan dapat dihitung/dicari, maka dapat dihitung azimuth titik center line, posisi abutmen, posisi pier dari titik poligon terdekat. Berdasarkan azimuth dan jarak dilakukan pengukuran stakeout terhadap titik-titik tersebut. Peil tinggi dipasang paling tidak 3 buah di tempat yang berbeda sebagai cadangan kalau ada yang hilang atau berubah dan kontrol untuk tinggi titik-titik yang lain (DPPW, 2004).


            Cara pengukuran stake-out center line, posisi abutmen, posisi pier adalah (DPPW, 2004):

1.     Pasang alat ukur theodolite dan alat ukur jarak elektronis EDM atau dapat juga alat ETS (electronic total stations) di atas titik poligon terdekat, atur sumbu | vertikal dengan mengatur sekrup pendatar.

2.     Arahkan teropong ke titik poligon berikutnya (foresight) atau titik poligon sebelumnya (backsight) yang dipakai sebagai acuan azimuth yang diketahui azimuth nya baca dan catat bacaan horizontalnya.

3.     Dari koordinat titik poligon dan koordinat titik center line jembatan yang akan dipasang, hitung azimuth dan jaraknya.

4.     Hitung selisih sudut antara azimuth titik poligon berikutnya (foresight) atau titik poligon sebelumnya (backsight) yang dipakai sebagai acuan azimuth dengan azimuth titik center line jembatan.

Hitung selisih sudut antara azimuth titik poligon berikutnya (foresight) atau titik poligon sebelumnya (backsight) yang dipakai sebagai acuan azimuth dengan azimuth titik center line jembatan. Berdasarkan sudut tersebut arahkan teropong pada bacaan horizontal hitungan. Jika arah teropong sudah tepat dengan bacaan sudut tersebut, kencangkan klem horizontal, ukur jarak dari titik poligon ke patok center line jembatan berdasarkan hasil perhitungan. Ulangi cara kerja di atas untuk titik-titik yang lain pada jembatan (DPPW, 2004).

 

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN

III.1 Kesimpulan

            Berdasarkan makalah diatas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

  1. Pengukuran awal jembatan terdiri dari tahapan persiapan, survei pendahuluan, pemasangan patok BM dan CP dan patok kayu, pengukuran kerangka kontrol vertikal, pengukuran kerangka kontrol horizontal, pengukuran situasi, pengukuran penampang memanjang jalan, pengukuran melintang jalan, pengukuran penampang melintang sungai dan pengukuran detail situasi
  2. Penentuan bentang jembatan ada 2 cara yaitu untuk sungai yang merupakan limpasan banjir dan sungai yang bukan limpasan banjir
  3.  Proses stakeout dilakukan dengan menggunakan alat theodolite untuk mengetahui posisi suatu titik berdasarkan titik yang telah diketahui koordinatnya.

III.2 Saran

Berdasarkan uraian yang telah dijabarkan, penulis akan memberikan beberapa saran, antara lain:

1.     Banyak membaca literatur untuk menambah pengetahuan

2.     Mengerjakan tugas dengan sungguh-sungguh

DAFTAR PUSTAKA

DPPW. (2004). Pengukuran Topografi Untuk Pekerjaan Jalan dan Jembatan. Jakarta: Direktorat Jenderal Prasarana Wilayah.

PUSBIN. (2005). Dasar Pengukuran Topografi. Departemen Pekerjaan Umum.

Struyk, J. H. (1995). Jembatan. Jakarta: Pradnya Paramita.

Supriyadi, B. (2007). Jembatan. Yogyakarta: Beta Offset.

 

 

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar